Rabu, 19 Desember 2012

Suratku Untuk Ibuku

Ibu ...
Kata yang sering terdengar
Ibu...
Panggilan yang tak lagi asing di telinga

Ibu,aku mencintai ibu. Karena Ibu aku mengenal dunia yang bermacam warna ini.

Kau dengan tertatih melangkah saat usiaku di kandunganmu mulai membesar. Meringis sakit saat aku dengan tidak pedulinya menendang perutmu,tapi kau begitu sabar dan menahan segala sakitnya. Kau begitu peduli padaku saat itu. Saat ku tertidur,kau dengan sangat perlahan mengurus rumah yang kau bisa. Sedangkan ayah,pergi untuk bekerja. Menabung setiap lembar gaji yang di perolehnya untuk biaya persalinan ku. Pasti ayah sangat lelah harus bekerja keras,tapi
itu memang sudah kewajibannya sebagai kepala rumah tangga. Ibu? aku sangat tahu bagaimana kondisinya. Sewaktu saat kau tertidur pulas,dengan kasarnya aku bergerak di dalam perutmu. Aku membangunkanmu yang tertidur lelah. Mungkin saat itu,aku bagai manusia pemakan darah yang terus mengoyak darah yang ada di sekitar ku,membuatnya keluar melalui celah kecil dan mengalir di kedua kaki mu. Kau menjerit tertahan merasakan sakit yang amat panas di dalam tubuhmu. Andaikan saat itu tak ada orang dirumah,mungkin aku sudah dilahirkan di dalam rumah. Tapi tidak. Kau berusaha menahan aku untuk tetap didalam sampai aku dan kau berada di tempat yang seharusnya. Aku sungguh,sungguh ingin merengkuh tanganmu saat itu. Kau menjerit-jerit dengan tangan yang di genggam ayah. Wajahmu penuh keringat membanjiri,Ayah wajahmu yang memberi kekuatan pada Ibu untuk bisa melakukannya. Dengan segala upaya,seorang bayi mungil dengan darah yang tertempel jelas di seluruh tubuhnya mulai menyuarakan tangisan. Ibu,kau dengan wajah berkeringat dan lelah berusaha tersenyum bahagia,begitupula Ayah. Ah,begitu bahagianya aku telah di lahirkan oleh seorang wanita cantik,sabar,dan juga tegar. Bahkan kebahagianku tak bisa di tukar dengan harta berlimpah bagai pasir. Di letakkannya bayi itu di sampingmu. Ibu,dengan segala kekuatan yang kau miliki mendekapku ke dalam pelukanmu yang hangat. Bagaimana ekspresi wajahku saat itu ya?? mungkin sangat sangat senang.

Dari segala bulan-bulan yang ku jalani,kau mulai mengajarkanku setiap kata demi kata. Mengajarkanku berjalan perlahan. Menyanyi,Berkata,dll. Kau orang pertama yang membuatku menginjakkan kedua kakiku di tanah. Masa kecil yang tak pernah bisa ku lupakan Ibu.

Menginjak usia ku yang mulai bertambah. Saat itu pula aku mulai mengerti akan semua hal di hidup ini. Kau yang selalu mengatakan padaku agar menjadi orang baik,sukses,dan rajin. Kau begitu memahamiku,mengerti diriku sedangkan aku? aku tak begitu mengenal diriku bahkan mengerti diriku sendiri. Kau mengingatkanku untuk selalu belajar hidup mandiri dan tidak tergantung pada orang lain.

Saat kemarahanku mengubah hatiku,kau begitu sabar mengucap setiap kalimat yang ingin kau katakan padaku. Dengan egoku,aku terus membuatmu khawatir. Hal yang paling ku sesali saat itu adalah membanting pintu kamarku tepat di depanmu. Oh ibu,aku benar-benar menyesal. Aku sangat tahu bagaimana perasaanmu saat itu. Anak yang 9 bulan di kandung dan sekarang dengan begitu teganya ia membanting pintu di depanmu. Andai aku bisa memutar waktu,mungkin aku takkan berbuat seperti itu. Mengapa Ibu begitu sabar terhadapku? Bahkan saat aku membanting pintu?
Hal yang baru pertama kali kau lakukan adalah membentakku. Memarahiku,mendiamiku,dan menyalahkankuitu membuatku seakan tak ada gunanya lagi. Aku selalu berpikir apa mungkin kau mulai membenciku? tapi aku juga yakin,tidak akan ada orang tua yang menelantarkan anaknya. Aku tahu itu. Meskipun begitu kau mulai kembali seperti ibu yang pernah ku kenal saat aku di dalam perutmu.

Kini waktu terus berputar. Walau nanti kulit keriput pun mengubahmu. Meskipun begitu Ibu ku adalah wanita terhebat di dunia yang tidak selamanya kumiliki ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar